BAB I
PENDAHULUAN
Typhus abdominalis merupakan infeksi akut yang terjadi pada usus halus. Sinonim dari typhus abdominalis adalah demam typhoid, typhoid dan para typhoid dan enteric fever. Typhus abdominalis disebabkan oleh salmonella typhi, salmonella paratyphi A, salmonella paratyphi B dan salmonella paratyphi C.
Penyakit typhus adalah penyakit yang mengancam hidup seseorang yang disebabkan oleh bakteri Salmonella Typhi. Di US sekitar 400 kasus terjadi setiap tahun, dan 75% terjadi ketika sedang traveling keluar negeri. Penyakit typhus masih muncul di negara berkembang, yang menjangkiti hampir 21.5 juta orang setiap tahun.
Bakteri Salmonella Typhi tinggal hanya di tubuh manusia. Orang dengan tipes membawa bakteri pada aliran darah mereka dan jalur usus. Sejumlah orang yang disebut sebagai pembawa, walau telah sembuh akan berkelanjutan membawa terus bakteri tersebut. Baik orang yang sakit atau pembawa bakteri S. Typhi akan mengeluarkan bakteri itu melalui kotorannya. Setiap orang dapat terjangkit typhus jika makan atau minum yang telah tersentuh oleh orang yang terkena bakteri S. Typhi atau jika tempat pembuangan terkontaminasi dengan bakteri S. Typhi, juga jika masuk dalam air yang diminum atau air untuk mencuci makanan. Penyakit typhus masih umum terjadi didunia dimana kebiasaan mencuci tangan belum umum dan air terkontaminasi dengan tempat pembuangan. Sekali saja bakteri S. Typhi termakan atau terminum, mereka akan berlipat ganda dan menyebar ke aliran darah. Tubuh akan bereaksi dengan cara demam atau tanda/gejala lainnya.
Di daerah endemic typhoid, insiden tertinggi pada anak-anak. Orang dewasa sering mengalami infeksi yang sembuh sendiri dan dapat menjadi kebal. Insiden 70 – 80 % pada usia 12 – 30 tahun, 10 –20 % pada usia 30 – 40 tahun, dan 5 – 10 % pada usia di atas 40 tahun, sedangkan insiden jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan tidak ada perbedaan yang jelas.
BAB II
KONSEP TEORI
- DEFINISI
Tifus abdominalis ( demam tifoid, enteric fever ) adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan, dan gangguan kesadaran (Ngastiyah, 2005). Menurut Suriadi, 2006, tifus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran cerna dengan gejala demam lebih dari satu minggu dan terdapat gangguan kesadaran. Sedangkan menurut Wikipedia, 2000, Thypoid fever, also known as thypoid is a common worldwide illness, transmitted by the ingestion of food or water contaminated with the feces of an infected person, which contain the bacterium Salmonella Typhi.
Jadi, tifus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari satu minggu dan terdapat gangguan kesadaran yang disebabkan oleh infeksi bakteri salmonella typhi.
- ETIOLOGI
1. Salmonella thyposa, basil gram negative yang bergerak dengan bulu getar, tidak bersepora mempunyai sekurang-kurangnya tiga macam antigen yaitu:
a. Antigen O (somatic, terdiri dar izat komplek liopolisakarida)
b. Antigen H (flagella)
c. Antigen V1 dan protein membrane hialin.
2. Salmonella parathypi A
3. Salmonella parathypi B
4. Salmonella parathypi C
5. Feces dan Urin dari penderita thypus
Faktor Risiko
1. Kebiasaan jajan di tempat-tempat yang tidak memenuhi syarat kesehatan
2. Lingkungan yang kotor
3. Daya tahan tubuh yang rendah
( Suriadi. 2006 )
- MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinik thyphus abdominalis pada pasien dewasa biasanya lebih berat dibandingkan anak. Masa tunas rata-rata 10-20 hari. Yang tersingkat 4 hari jika infeksi melalui makanan, sedangkan yang terlama sampai 30 hari jika infeksi melalui minuman. Selama masa inkubasi ditemukan gejala prodromal yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing, nafsu makan berkurang,dan tidak bersemangat.
Gejala klinis yang biasa ditemukan ialah :
1. Demam. Pada kasus yang khas demam berlangsung 3 minggu. Bersifat febris remitens dan suhu tidak terlalu tinggi. Selama minggu pertama, suhu badan berangsur-angsur naik setia hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua pasien terus berada dalam keadaan demam. Pada minggu ketiga suhu badan berangsur turun dan normal kembali pada akhir minggu keempat.
2. Gangguan pada saluran pencernaan. Pada mulut terdapat bau nafas tidak sedap (halitosis), bibir kering dan pecah-pecah (rhagaden). Lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepi lidah kemerahan, jarang disertai tremor. Pada abdomen ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus). Hati dan limpa membesar diserta nyeri pada perabaan. Defekasi biasanya konstipasi, mungkin normal dan kadang-kadang diare.
3. Gangguan kesadaran. Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak dalam, yaitu apatis sampai somnolen, jarang terjadi sopor, koma atau gelisah (kecuali penyakitnya berat dan terlambat mendapatkan pengobatan).
4. Disamping gejala diatas, pada punggung atau anggota gerak dapat ditemukan roseola, yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit terutama ditemukan pada minggu pertama demam. Kadang-kadang ditemukan pula bradikardia dan epistaksis.
( Ngastiyah, 2005 ).
- PATOFISIOLOGI
Makanan atau minuman yang telah terkontaminasi oleh kuman Salmonella Typhosa masuk kedalam lambung, selanjutnya lolos dari sistem pertahanan lambung, kemudian masuk ke usus halus, melalui folikel limpa masuk kesaluran limpatik dan sirkulasi darah sistemik, sehingga terjadi bakterimia. Bakterimia pertama-tama menyerang Sistem Retikulo Endoteleal (RES) yaitu : hati, lien dan tulang, kemudian selanjutnya mengenai seluruh organ di dalam tubuh antara lain sistem syaraf pusat, ginjal dan jaringan limpa.Cairan empedu yang dihasilkan oleh hati masuk ke kandung empedu sehingga terjadi Kolesistitis. Cairan empedu akan masuk ke Duodenum dan dengan virulensi kuman yang tinggi akan menginfeksi intestin kembali khususnya bagian illeum dimana akan terbentuk ulkus yang lonjong dan dalam. Masuknya kuman ke dalam intestin terjadi pada minggu pertama dengan tanda dan gejala suhu tubuh naik turun khususnya suhu akan naik pada malam hari dan akan menurun menjelang pagi hari. Demam yang terjadi pada masa ini disebut demam intermiten (suhu yang tinggi, naik turun dan turunnya dapat mencapai normal). Disamping peningkatan suhu tubuh juga akan terjadi obstipasi sebagai akibat penurunan motilitas suhu, namun ini tidak selalu terjadi dapat pula terjadi sebaliknya. Setelah kuman melewati fase awal intestinal, kemudian masuk ke sirkulasi sistemik dengan tanda peningkatan suhu tubuh yang sangat tinggi dan tanda-tanda infeksi pada RES seperti nyeri perut kanan atas, splenomegali dan hepatomegali. Pada minggu selanjutnya dimana infeksi Focal Intestinal terjadi dengan tanda-tanda suhu tubuh masih tetap tinggi, tetapi nilainya lebih rendah dari fase bakterimia dan berlangsung terus menerus ( demam kontinue ), lidah kotor, tepi lidah hiperemis, penurunan peristaltik, gangguan digesti dan absorbsi sehingga akan terjadi distensi, diare dan pasien merasa tidak nyaman, pada masa ini dapat terjadi perdarahan usus, perforasi dan peritonitis dengan tanda distensi abdomen berat, peristaltik menurun bahkan hilang, melena, syock dan penurunan kesadaran.
(Agus Waluyo. 2004 )
- PENULARAN
1. Kuman tipes masuk/ menular melalui mulut dengan makanan atau minuman yang tercemar.
2. Pencemaran kuman tipes dapat terjadi :
a. Dengan perantaraan lalat.
b. Melalui aliran sungai.
( Duta. 2010 )
- PENCEGAHAN
1. Usaha terhadap lingkungan hidup
a. Penyediaan air minum yang memenuhi syarat
b. Pembuangan kotoran manusia yang higienis
c. Pemberantasan lalat
d. Pengentasan terhadap rumah-rumah makan dan penjual makanan
e. Tingkatkan kebersihan diri dan lingkungan
f. Pilih makanan yang telah diolah dan disajikan dengan baik (memenuhi syarat kesehatan)
g. Jamban keluarga harus cukup jauh dari sumur (harus sesuai standar pembuatan jamban yang baik)
2. Usaha terhadap individu
a. Imunisasi
b. Menemukan dan mengawasi carrier typhoid
c. Pendidikan kesehatan kepada masyarakat
( Vietha. 2009 )
- KOMPLIKASI
1. Kompilikasi intestinal
a. Perdarahan usus
b. Perforasi usus
c. Ileus paralitik
2. Komplikasi ekstra intestinal
a. Komplikasi kardiovaskuler
Kegagalan sirkulasi perifer (renjatan sepsis), miokarditis, trombosis dan tromboflebitis.
b. Komplikasi darah
Anemia hemolitik, trombositopenia, disseminated intravascular coaguilation (DIC) dan sindrom uremia hemolitik.
c. Komplikasi paru
Pneumonia, empiema, dan pleuritis.
d. Komplikasi hepar dan kandung empedu
Hepatitis dan kolesistitis.
e. Komplikasi ginjal
Glomerulonefritis, pielonefretis dan perinefretis.
f. Komplikasi tulang
Osteomielitis, periostitis, spondilitis dan artritis
g. Komplikasi neuropsikiatrik
Delirium, meningismus, menengitis, polineuritis perifer, sindrom Guillain Barre, psikosis dan sindrom katatonia.
( Yoga. 2009 )
- PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk membuat diagnosa pasti perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium
1. Pemeriksaan darah tepi
Didapatkan adanya anemi oleh karena intake makanan yang terbatas, terjadi gangguan absorbsi, hambatan pembentukan darah dalam sumsum dan penghancuran sel darah merah dalam peredaran darah. Leukopenia dengan jumlah lekosit antara 3000 – 4000 /mm3 ditemukan pada fase demam. Hal ini diakibatkan oleh penghancuran lekosit oleh endotoksin. Aneosinofilia yaitu hilangnya eosinofil dari darah tepi. Trombositopenia terjadi pada stadium panas yaitu pada minggu pertama. Limfositosis umumnya jumlah limfosit meningkat akibat rangsangan endotoksin. Laju endap darah meningkat.
2. Pemeriksaan urine
Didaparkan proteinuria ringan ( < 2 gr/liter) juga didapatkan peningkatan lekosit dalam urine.
3. Pemeriksaan tinja
Didapatkan adanya lendir dan darah, dicurigai akan bahaya perdarahan usus dan perforasi.
4. Pemeriksaan bakteriologis
Diagnosa pasti ditegakkan apabila ditemukan kuman salmonella dan biakan darah tinja, urine, cairan empedu atau sumsum tulang.
5. Pemeriksaan serologis
Yaitu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin ). Adapun antibodi yang dihasilkan tubuh akibat infeksi kuman salmonella adalah antobodi O dan H. Apabila titer antibodi O adalah 1 : 20 atau lebih pada minggu pertama atau terjadi peningkatan titer antibodi yang progresif (lebih dari 4 kali). Pada pemeriksaan ulangan 1 atau 2 minggu kemudian menunjukkan diagnosa positif dari infeksi Salmonella typhi.
6. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan ini untuk mengetahui apakah ada kelainan atau komplikasi akibat demam tifoid.
( Sutedjo. 2008 )
- PENATALAKSANAAN
1. Pengobatan
Obat-obat antimikroba yang sering digunakan adalah :
a. Kloramfenikol : Kloramfenikol masih merupakan obat pilihan utama pada pasien demam tifoid.Dosis untuk orang dewasa adalah 4 kali 500 mg perhari oral atau intravena,sampai 7 hari bebas demam.Penyuntikan kloramfenikol siuksinat intramuskuler tidak dianurkan karena hidrolisis ester ini tidak dapat diramalkan dan tempat suntikan terasa nyeri.Dengan kloramfenikol,demam pada demam tifoid dapat turun rata 5 hari.
b. Tiamfenikol : Dosis dan efektivitas tiamfenikol pada demam tifoid sama dengan kloramfenikol.Komplikasi hematologis pada penggunaan tiamfenikol lebih jarang daripada klloramfenikol. Dengan penggunaan tiamfenikol demam pada demam tiofoid dapat turun rata-rata 5-6 hari.
c. Ko-trimoksazol (Kombinasi Trimetoprim dan Sulfametoksazol) : Efektivitas ko-trimoksazol kurang lebih sama dengan kloramfenikol,Dosis untuk orang dewasa,2 kali 2 tablet sehari,digunakan sampai 7 hari bebas demam (1 tablet mengandung 80 mg trimetoprim dan 400 mg sulfametoksazol).dengan ko-trimoksazol demam rata-rata turun d setelah 5-6 hari.
d. Ampicillin dan Amoxicillin : Dalam hal kemampuan menurunkan demam, efektivitas ampicillin dan amoxicillin lebih kecil dibandingkan dengan kloramfenikol. Indikasi mutlak penggunannnya adalah pasien demam tifoid dengan leukopenia. Dosis yang dianjurkan berkisar antara 75-150 mg/kgBB sehari,digunakan sampai 7 hari bebas demam. Dengan Amoxicillin dan Ampicillin, demam rata-rata turun 7-9 hari.
e. Sefalosporin generasi ketiga : Beberapa uji klinis menunjukkan bahwa sefalosporin generasi ketiga antara lain cefoperazon, ceftriaxon, dan cefotaxime efektif untuk demam tifoid tetapi dosis dan lama pemberian yang optimal belum diketahui dengan pasti.
f. Fluorokinolon : Fluorokinolon efektif untuk demam tifoid tetapi dosis dan lama pemberian belum diketahui dengan pasti.
2. Perawatan
a. Penderita dirawat dengan tujuan untuk isolasi, observasi, dan pengobatan. Klien harus tetap berbaring sampai minimal 7 hari bebas demam atau 14 hari untuk mencegah terjadinya komplikasi perdarahan usus atau perforasi usus.
b. Pada klien dengan kesadaran menurun, diperlukan perubahan-perubahan posisi berbaring untuk menghindari komplikasi pneumonia hipostatik dan dekubitus.
3. Diet
a. Pada mulanya klien diberikan bubur saring kemudian bubur kasar untuk menghindari komplikasi perdarahan usus dan perforasi usus.
b. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian makanan padat secara dini yaitu nasi, lauk pauk yang rendah sellulosa (pantang sayuran dengan serat kasar) dapat diberikan dengan aman kepada klien.
( Anonim. 2009 )
- ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Biodata
1) Usia ( sering terjadi pada anak-anak tetapi bisa juga pada semua usia )
2) Jenis kelamin ( tidak ada pebedaan yang nyata antara insidensi demam tifoid pada pria dan wanita )
3) Pendidikan ( kebersihan makanan atau minuman )
- Keluhan utama
Minggu pertama : demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi/diare peraaan tidak enak di perut, batuk dan epitaksis.
Minggu kedua : pasien terus berada dalam keadaan demam, yang turun secara berangsur-angsur pada minggu ketiga.
- Riwayat penyakit sekarang.
Gejala yang timbul pada penyakit types/ tifoid : Panas (suhu380C pada hari pertama ), Pasien mengigil.
Pada hari ketiga panas meningkat , pucat nyeri pada abdomen, tekanan darah menurun , pemeriksaan laboratorium positif.
- Riwayat penyakit dahulu.
Pasien sebelumnya pernah mengalami febris, DB, diare.
- Riwayat penyakit keluarga
Dalam salah satu anggota keluarga tersebut ada yang menderita types, diare, DB, pada waktu bersamaan atau sebelum pasien mengalami penyakit tersebut (Arief Mansjoer, M Sjaifoellah Noer, Nursalam).
- Pola fungsi kesehatan
1) Pola manejemen kesehatan
Tindakan pertama kali dilakukan yaitu mengukur suhu tubuh, kompres, mengkonsumsi banyak cairan.
2) Pola nutrisi kesehatan
Memperbanyak volume pemasukan cairan, memberikan makanan yang halus seperti bubur halus. Pemberian vitamin dan mineral juga mendukung untuk memperbaiki keadaan umum pada pasien.
3) Pola istirahat tidur
Pasien harus tirah baring mulai hari pertama sampai minimal hari ketujuh.
Mobilisasi dilakukan secara bertahap karena keadaan pasien berubah-ubah(mual, muntah, konstipasi, diare, nyeri kepala, lemah) dan untuk menghindari dekubitus .
Pasien tidak dapat tidur dengan nyenyak karena ada rasa tidak enak pada perut, pusing, mual.
4) Pola aktivitas
Pasien tidak dapat melaksanakan aktivitas seperti biasa karena tirah baring (bedrest) selama fase pertama. Mobilisasi dilakukan secara bertahap karena keadaan pasien lemah.
5) Pola eliminasi
Pasien thypes ini biasanya mengalami dua macam penyakit yaitu konstipasi dan diare.
Retensi urine juga bisa terjadi pada pasien thypes.
Intake dan output cairan dan nutrisi dalam tubuh harus seimbang.
6) Pola hubungan dan peran
Pasien tidak bisa bersosialisasi dengan keadaan sekitar sehubungan dengan penyakitnya. Keluarga juga ikut aktif dalam upaya penyembuhan pasien.
2. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Klien merasa lemah, panas, perut tidak enak, anorexia.
b. Kepala dan leher
Kepala tidak ada bernjolan, rambut normal, kelopak mata normal, konjungtiva anemia, mata cowong, muka tidak odema, pucat/bibir kering, lidah kotor, ditepi dan ditengah merah, fungsi pendengran normal, leher simetris, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
c. Sistem respirasi
Pernafasan rata-rata ada peningkatan, nafas cepat dan dalam dengan gambaran seperti bronchitis.
d. Sistem kardiovaskuler
Terjadi penurunan tekanan darah, bradikardi relatif, hemoglobin rendah.
e. Sistem integumen
Kulit kering, turgor kulit menurun, pucat, berkeringat banyak, akral hangat.
f. Sistem gastrointestinal
Bibir kering pecah-pecah, mukosa mulut kering, lidah kotor (khas), mual, muntah, anoreksia. Di daerah abdomen ditemukan nyeri tekan. Saat palpasi didapatkan limpa dan hati membesar dengan konsistensi lunak serta nyeri tekan pada abdomen. Pada perkusi didapatkan perut kembung serta pada auskultasi peristaltik usus meningkat.
g. Sistem eliminasi
Pada pasien typoid kadang-kadang diare atau konstipasi, produk kemih pasien bisa mengalami penurunan (kurang dari normal). N ½ -1 cc/kg BB/jam.
h. Sistem muskuloskolesal
Klien lemah, terasa lelah tapi tidak didapatkan adanya kelainan.
i. Sistem endokrin
Apakah di dalam penderita thyphoid ada pembesaran kelenjar toroid dan tonsil.
j. Sistem persyarafan
Kesadaran klien penuh.
( khaidir. 2010)
3. Diagnosa keperawatan dan intervensi keperawatan
a. Hipertermi b.d proses infeksi usus halus
Tujuan : Suhu tubuh klien kembali secara normal.
Kriteria hasil :
Mengidentifikasi faktor-faktor resiko hipertermi
Suhu tubuh relatif normal
Menurunkan faktor- faktor resiko hipertermi.
Intervensi dan rasional :
1) Pantau suhu klien
Rasional:
Suhu 380 C sampai 41,10 C menunjukkan proses peningkatan infeksius akut
2) Pantau suhu lingkungan, batasi atau tambahkan linen tempat tidur sesuai dengan indikasi
Rasional:
Suhu ruangan atau jumlah selimut harus dirubah, mempertahankan suhu mendekati normal
3) Berikan kompres mandi hangat
Rasional :
Dapat membantu mengurangi demam
4) Kolaborasi pemberian antipiretik
Rasional:
Untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya hipotalamus
b. Perubahan rasa nyaman ( nyeri) b.d proses infeksi salmonella typhi.
Tujuan : klien menyatakan peredaan setelah suatu tindakan peredaan yang memuaskan.
Kriteria hasil :
- Menyebutkan faktor-faktor yang meningkatkan nyeri
- Menyebutkan intervensi yang efektif
- Menyatakan bahwa orang lain memastikan bahwa nyeri memang ada
Intervensi dan rasional :
a. Kaji keluhan nyeri, perhatikan intensitas (skala 0-10), lamanya, dan lokasi
Rasional : Memberikan informasi sebagai dasar dan pengawasan keefektifan intervensi
b. Dorong menggunakan teknik manajemen stress contoh relaksasi progresif
Rasional : Meningkatkan kemampuan koping dalam manajemen nyeri
c. Lakukan kompres dingin/es sesuai keperluan
Rasional : Menurunkan edema, menurunkan sensasi nyeri
d. Berikan obat sesui indikasi : analgesik
Rasional : Diberikan untuk menurunkan nyeri
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d malarbsorpsi nutrisi
Tujuan : Intake makanan terpenuhi dan adanya keseimbangan output (pengeluaran).
Kriteria hasil :
Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi.
Pasien mampu menghabiskan porsi makanan yang telah disediakan.
Adanya keseinbangan intake dan output.
Intervensi:
a. Dorong tirah baring
Rasional:
Menurunkan kebutuhan metabolic untuk meningkatkan penurunan kalori dan simpanan energi
b. Anjurkan istirahat sebelum makan
Rasional:
Menenangkan peristaltic dan meningkatkan energi makan
c. Berikan kebersihan oral
Rasional :
Mulut bersih dapat meningkatkan nafsu makan
d. Sediakan makanan dalam ventilasi yang baik, lingkungan menyenangkan
Rasional:
Lingkungan menyenangkan menurunkan stress dan konduktif untuk makan
e. Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat
Rasional:
Nutrisi yang adekuat akan membantu proses
f. Kolaborasi pemberian nutrisi, terapi IV sesuai indikasi
Rasional:
Program ini mengistirahatkan saluran gastrointestinal, sementara memberikan nutrisi penting.
d. Resiko volume cairan kurang dari kebutuhan tubuh b/d kehilangan cairan sekunder terhadap diare
Tujuan:
Mempertahankan volume cairan adekuat dengan membran mukosa, turgor kulit baik, kapiler baik, tanda vital stabil, keseimbangan dan kebutuhan urin normal
Intervensi:
a. Awasi masukan dan keluaran perkiraan kehilangan cairan yang tidak terlihat
Rasional:
Memberikan informasi tentang keseimbangan cairan dan elektrolit penyakit usus yang merupakan pedoman untuk penggantian cairan
b. Observasi kulit kering berlebihan dan membran mukosa turgor kulit dan pengisian kapiler
Rasional:
Menunjukkan kehilangan cairan berlebih atau dehidrasi
c. Kaji tanda vital
Rasional :
Dengan menunjukkan respon terhadap efek kehilangan cairan
d. Pertahankan pembatasan peroral, tirah baring
Rasional:
Kalau diistirahkan utnuk penyembuhan dan untuk penurunan kehilangan cairan usus
e. Kolaborasi utnuk pemberian cairan parenteral
Rasional:
Mempertahankan istirahat usus akan memerlukan cairan untuk mempertahankan kehilangan
e. Intoleransi aktivitas b/d peningkatan kebutuhan metabolisme sekunder terhadap infeksi akut
Tujuan:
Melaporkan kemampuan melakukan peningkatan toleransi aktivitas
Intervensi:
a. Tingkatkan tirah baring dan berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung
Rasional:
Menyediakan energi yang digunakan untuk penyembuhan
b. Ubah posisi dengan sering, berikan perawatan kulit yang baik
Rasional:
Meningkatkan fungsi pernafasan dan meminimalkan tekanan pada area tertentu untuk menurunkan resiko kerusakan jaringan
c. Tingkatkan aktifitas sesuai toleransi
Rasional :
Tirah baring lama dapat menurunkan kemampuan karena keterbatasan aktifitas yang menganggu periode istirahat
d. Berikan aktifitas hiburan yang tepat (nonton TV, radio)
Rasional:
Meningkatkan relaksasi dan hambatan energi
f. Resiko infeksi berhubungan dengan melemahnya daya tahan penjamu sekunder akibat infeksi bakteri.
Tujuan : individu melaporkan faktor resiko yang berkaitan dengan infeksi dan kewaspadaan yang diperlukan.
Kriteria hasil :
- Menggambarkan metode penularan infeksi
- Menggambarkan pengaruh nutrisi pada pencegahan infeksi
Intervensi dan rasional :
a. Lakukan teknik isolasi untuk infeksi enteric dan pernafasan sesuai kebijakan rumah sakit.
Rasional : Mencegah transmisi penyakit bakteri ke orang lain.
b. Awasi/batasi pengunjung sesuai indikasi.
Rasional : Pasien terpajan terhadap proses infeksi potensial resiko komplikasi sekunder
c. Jelaskan prosedur isolasi pada pasien/orang lain.
Rasional : Pemahaman alasan untuk perlindungan diri mereka sendiri dan orang lain dapat mengurangi perasaan isolasi dan stigma.
g. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan adanya emboli dalam kapiler.
Tujuan :klien menunjukkan penyembuhan jaringan progresif
Kriteriahasil :
- Menguraikan etiologi dan tindakan pencegahan
- Menjelaskan rasional intervensi
Intervensi :
a. kaji integritas kulit, catat perubahan pada turgor, gangguan warna, hangat lokal, eritema, ekskoriasi.
Rasional : Kondisi kulit dipengaruhi oleh sirkulasi, nutrisi, dan imobilisasi. Jaringan dapat menjadi rapuh dan cenderung untuk infeksi dan rusak.
b. Ubah posisi secara periodik dan pijat dan pijat permukaan tulang bila pasien tidak bergerak atau ditempat tidur.
Rasional : Meningkatkan sirkulasi ke semua area kulit membatasi iskemia jaringan/ mempengaruhi hipoksia seluler.
c. Batasi penggunaan sabun.
Rasional : -Sabun dapat mengeringkan kulit secara berlebihan dan meningkatkan iritasi.
d. Gunakan alat pelindung. Misal : kulit domba, keranjang, kasur tekanan udara/air, pelindung tumit/siku.
Rasional : Menghindari kerusakan kulit dengan mencegah/menurunksn tekanan terhadap permukaan kulit.
( Carpenito. 2006 )BAB III
RESUME KASUS
Ny. N 46th datang ke RSUD Kraton pada tanggal 22-11-2010 pukul 05.30 WIB, dengan keluhan nyeri perut, mual. Pada saat pengkajian klien mengatakan 3hari yang lalu mengeluh nyeri perut, panas, mual, muntah sampai 3x, badan terasa lemes, keringat banyak, dan tidak nafsu makan. Nyeri perut seperti diremas-remas, nyeri bertambah saat makan atau mengubah posisi. Sedangkan saat pengkajian klien mengeluh nyeri perut, mual, badan terasa lemas, dan tidak nafsu makan. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan klien tampak lemah, skala nyeri 7, klien tampak menahan nyeri, lidah klien kotor dan berwarna putih di bagian tengah, selama sakit klien makan hanya habis ½ porsi, BB klien turun 2kg, selama sakit aktivitas klien dibantu oleh keluarga, adanya nyeri tekan pada daerah abdomen, teraba adanya distensi abdomen, perkusi abdomen hipertympani. Vital sign: TD: 130/90 mmHg, S:36,5 ºC, RR: 24x/mnt, N: 96x/mnt. Hasil pemeriksaan laboratorium adalah LED : 67mm/jam, Widal O : 1/320, H : 1/160, AH : 1/320. Saat ini diberikan terapi infus RL 40tpm, Cefotaxime 2x1gr, Ondancetron 3x50mg, ranitidine 3x150mg, Antasid syrup 3x1sdt, Lansoprazol 2x30mg. Diagnosa medis yang didapat yaitu typhoid.
- DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan proses infeksi bakteri salmonella typhi ditandai dengan klien mengeluh nyeri perut seperti diremas-remas, nyeri bertambah saat makan atau berganti posisi, klien mengeluh lemas, skala nyeri 7, klien tampak lemah, adanya nyeri tekan pada daerah abdomen, Hasil pemeriksaan laboratorium adalah LED : 67mm/jam, Widal O : 1/320, H : 1/160, AH : 1/320.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake tidak adekuat, anorexia ditandai dengan klien mengeluh mual, lemas, tidak nafsu makan, lidah klien tampak kotor dan berwarna putih pada bagian tengah, teraba adanya distensi abdomen, perkusi abdomen hipertympani, selama sakit klien makan hanya habis ½ porsi, klien tampak lemah, BB klien turun 2kg, Hasil pemeriksaan laboratorium adalah LED : 67mm/jam, Widal O : 1/320, H : 1/160, AH : 1/320.
3. Intoleransi aktivitas b/d peningkatan kebutuhan metabolisme sekunder terhadap infeksi akut ditandai dengan klien mengeluh lemas, selama sakit aktivitas klien dibantu oleh keluarga, klien tampak lemah, selama sakit makan hanya habis ½ porsi, Hasil pemeriksaan laboratorium adalah LED : 67mm/jam, Widal O : 1/320, H : 1/160, AH : 1/320.
- RENCANA KEPERAWATAN
1. Diagnosa 1 :
Tujuan dan kriteria hasil : nyeri berkurang atau terkontrol setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24jam dengan kriteria hasil :
- Klien mengatakan nyeri berkurang atau terkontrol
- Skala nyeri 0
- Klien tampak rileks
Intervensi dan rasional :
- Kaji keluhan nyeri, perhatikan intensitas (skala 0-10), lamanya, dan lokasi
Rasional : Memberikan informasi sebagai dasar dan pengawasan keefektifan intervensi
- Dorong menggunakan teknik manajemen stress contoh relaksasi progresif, napas dalam
Rasional : Meningkatkan kemampuan koping dalam manajemen nyeri
- Lakukan kompres dingin/es sesuai keperluan
Rasional : Menurunkan edema, menurunkan sensasi nyeri
- Berikan obat sesui indikasi : analgesik
Rasional : Diberikan untuk menurunkan nyeri
2. Diagnosa 2 :
Tujuan dan kriteria hasil : perubahan nutrisi teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24jam dengan kriteria hasil :
- Nafsu makan bertambah
- BB meningkat
Intervensi dan rasional :
- Dorong tirah baring
Rasional: Menurunkan kebutuhan metabolic untuk meningkatkan penurunan kalori dan simpanan energi
- Anjurkan istirahat sebelum makan
Rasional: Menenangkan peristaltic dan meningkatkan energi makan
- Sediakan makanan dalam ventilasi yang baik, lingkungan menyenangkan
Rasional: Lingkungan menyenangkan menurunkan stress dan konduktif untuk makan
- Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat
Rasional: Nutrisi yang adekuat akan membantu proses
3. Diagnosa 3 :
Tujuan dan kriteria hasil : aktivitas meningkat setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24jam dengan kriteria hasil :
- Klien mengatakan aktivitas meningkat
- Klien tampak segar
Intervensi:
- Tingkatkan tirah baring dan berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung
Rasional:
Menyediakan energi yang digunakan untuk penyembuhan
- Ubah posisi dengan sering, berikan perawatan kulit yang baik
Rasional:
Meningkatkan fungsi pernafasan dan meminimalkan tekanan pada area tertentu untuk menurunkan resiko kerusakan jaringan
- Tingkatkan aktifitas sesuai toleransi
Rasional :
Tirah baring lama dapat menurunkan kemampuan karena keterbatasan aktifitas yang menganggu periode istirahat
- Berikan aktifitas hiburan yang tepat (nonton TV, radio)
Rasional:
Meningkatkan relaksasi dan hambatan energi
- IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
1. Diagnosa 1:
a. Mengkaji tanda-tanda vital
b. Mengkaji keluhan nyeri, perhatikan intensitas (skala 0-10), lamanya, dan lokasi
c. Mengajarkan klien latihan napas dalam
d. Melaksanakan advis dokter : pemberian program injeksi IV perslang
- Cefotaxime 2x1gr
- Ondancetron 3x50mg
- Ranitidine 3x150mg,
- Antasid syrup 3x1sdt
- Lansoprazol 2x30mg
2. Diagnosa 2 :
a. Mengkaji tanda-tanda vital
b. Mendorong klien untuk tirah baring
c. Menganjurkan klien untuk istirahat sebelum makan
d. Menjelaskan kepada klien pentingnya nutrisi yang adekuat
e. Melaksanakan advis dokter : pemberian program injeksi IV perslang
- Cefotaxime 2x1gr
- Ondancetron 3x50mg
- Ranitidine 3x150mg,
- Antasid syrup 3x1sdt
- Lansoprazol 2x30mg
3. Diagnosa 3 :
a. Mengkaji tanda-tanda vital klien
b. Meningkatkan tirah baring
c. Mendorong klien untuk mengubah posisi dengan sering
d. Meningkatkan aktifitas sesuai toleransi
- EVALUASI KEPERAWATAN
1. Klien telah menyatakan nyeri berkurang atau terkontrol
2. Kebutuhan nutrisi klien telah terpenuhi
3. Klien telah melaporkan kemampuan melakukan peningkatan toleransi aktivitas
BAB IV
PEMBAHASAN
- TANDA DAN GEJALA
Menurut Ngastiyah, 2005, tanda dan gejala dari typhoid adalah demam, gangguan pada saluran pencernaan (Pada mulut terdapat bau nafas tidak sedap / halitosis, bibir kering dan pecah-pecah/ rhagaden, Lidah tertutup selaput putih kotor /coated tongue, ujung dan tepi lidah kemerahan, jarang disertai tremor. Sedangkan pada abdomen ditemukan keadaan perut kembung/ meteorismus. Hati dan limpa membesar diserta nyeri pada perabaan. Defekasi biasanya konstipasi, mungkin normal dan kadang-kadang diare, gangguan kesadaran.
Sedangkan pada kasus didapatkan keluhan nyeri abdomen, lemah, keringat sering keluar, mual, tidak nafsu makan.
Mekanisme tanda dan gejala pada kasus :
- Nyeri abdomen, disebabkan oleh infeksi dari bakteri salmonella typhi yang menyerang usus halus.
- Lemah, selain disebabkan oleh kurangnya intake nutrisi juga disebabkan oleh infeksi bakteri yang menyebabkan peningkatan metabolisme tubuh sehingga tubuh mudah lelah.
- Keringat sering keluar, disebabkan oleh peningkatan metabolisme tubuh yang menyebabkan peningkatan ekskresi keringat.
- Mual, disebabkan oleh infeksi bakteri yang menyebabkan terjadinya peningkatan sekresi asam lambung sehingga terjadi mual.
- Tidak nafsu makan, disebabkan oleh adanya mual. Selain itu juga karena rasa tidak nyaman atau nyeri pada perut karena adanya infeksi bakteri salmonella typhi pada usus yang menyebabkan tidak nafsu makan.
- PEMERIKSAAN FISIK
Menurut Khaidir, 2010 pada pemeriksaan fisik klien typhoid didapatkan :
a. Keadaan umum
Klien merasa lemah, panas, perut tidak enak, anorexia.
b. Kepala dan leher
Kepala tidak ada bernjolan, rambut normal, kelopak mata normal, konjungtiva anemia, mata cowong, muka tidak odema, pucat/bibir kering, fungsi pendengaran normal, leher simetris, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
c. Sistem respirasi
Pernafasan rata-rata ada peningkatan, nafas cepat dan dalam dengan gambaran seperti bronchitis.
d. Sistem kardiovaskuler
Terjadi penurunan tekanan darah, bradikardi relatif, hemoglobin rendah.
e. Sistem integumen
Kulit kering, turgor kulit menurun, pucat, berkeringat banyak, akral hangat.
f. Sistem gastrointestinal
Bibir kering pecah-pecah, mukosa mulut kering, lidah kotor (khas), mual, muntah, anoreksia. Saat palpasi didapatkan limpa dan hati membesar dengan konsistensi lunak serta nyeri tekan pada abdomen. Pada perkusi didapatkan perut kembung serta pada auskultasi peristaltik usus meningkat.
g. Sistem eliminasi
Pada pasien typoid kadang-kadang diare atau konstipasi, produk kemih pasien bisa mengalami penurunan (kurang dari normal). N ½ -1 cc/kg BB/jam.
h. Sistem muskuloskolesal
Klien lemah, terasa lelah tapi tidak didapatkan adanya kelainan.
i. Sistem endokrin
Apakah di dalam penderita thyphoid ada pembesaran kelenjar toroid dan tonsil.
j. Sistem persyarafan
Kesadaran klien penuh.
Sedangkan pada kasus pemeriksaan fisik yang didapatkan adalah :
a. Keadaan umum
Klien merasa lemah, perut terasa nyeri, mual, anorexia.
b. Sistem integumen
Berkeringat banyak.
c. Sistem gastrointestinal
Bibir kering, mukosa mulut kering, lidah kotor dan berwarna putih pada bagian tengah, mual, anoreksia. Saat palpasi didapatkan nyeri tekan pada abdomen dan distensi abdomen. Pada perkusi didapatkan hipertympani/perut kembung.
d. Sistem eliminasi
Klien kencing seperti biasa namun yang keluar hanya sedikit.
e. Sistem persyarafan
Kesadaran klien penuh.
- PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Menurut Sutedjo, 2008, pada pemeriksaan serologis yaitu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin ). Adapun antibodi yang dihasilkan tubuh akibat infeksi kuman salmonella adalah antobodi O dan H. Apabila titer antibodi O adalah 1 : 20 atau lebih pada minggu pertama atau terjadi peningkatan titer antibodi yang progresif (lebih dari 4 kali). Pada pemeriksaan ulangan 1 atau 2 minggu kemudian menunjukkan diagnosa positif dari infeksi Salmonella typhi.
Dan pada pemeriksaan darah tepi pada kasus typhoid hasil LED meningkat.
Sedangkan pada kasus didapatkan hasil laboratorium pemeriksaan widal :
Widal O : 1/320, H : 1/160, AH : 1/320. Hal ini berarti menunjukkan adanya infeksi bakteri salmonella typhi.
Hasil pemeriksaan laboratorium LED : 67mm/jam. Padahal hasil normal LED pada wanita adalah 0-15mm/jam ( Sutedjo, 2008 ). Hal ini berarti menunjukkan adanya peningkatan LED pada klien yang mengindikasikan adanya infeksi bakteri (salmonella typhi).
- DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut Carpenito, 2006, diagnosa keperawatan yang muncul pada klien typhoid diantaranya adalah :
1. Hipertermi b.d proses infeksi usus halus
2. Perubahan rasa nyaman ( nyeri) b.d proses infeksi salmonella typhi.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d malarbsorpsi nutrisi
4. Resiko volume cairan kurang dari kebutuhan tubuh b/d kehilangan cairan sekunder terhadap diare
5. Intoleransi aktivitas b/d peningkatan kebutuhan metabolisme sekunder terhadap infeksi akut
6. Resiko infeksi berhubungan dengan melemahnya daya tahan penjamu sekunder akibat infeksi bakteri.
7. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan adanya emboli dalam kapiler.
Sedangkan pada kasus berdasarkan tanda dan gejala serta pemeriksaan fisik didapatkan ditemukan 3 diagnosa yaitu :
1. Nyeri akut berhubungan dengan proses infeksi bakteri salmonella typhi ditandai dengan klien mengeluh nyeri perut seperti diremas-remas, nyeri bertambah saat makan atau berganti posisi, klien mengeluh lemas, skala nyeri 7, klien tampak lemah, adanya nyeri tekan pada daerah abdomen, Hasil pemeriksaan laboratorium adalah LED : 67mm/jam, Widal O : 1/320, H : 1/160, AH : 1/320.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake tidak adekuat, anorexia ditandai dengan klien mengeluh mual, lemas, tidak nafsu makan, lidah klien tampak kotor dan berwarna putih pada bagian tengah, teraba adanya distensi abdomen, perkusi abdomen hipertympani, selama sakit klien makan hanya habis ½ porsi, klien tampak lemah, BB klien turun 2kg, Hasil pemeriksaan laboratorium adalah LED : 67mm/jam, Widal O : 1/320, H : 1/160, AH : 1/320.
3. Intoleransi aktivitas b/d peningkatan kebutuhan metabolisme sekunder terhadap infeksi akut ditandai dengan klien mengeluh lemas, selama sakit aktivitas klien dibantu oleh keluarga, klien tampak lemah, selama sakit makan hanya habis ½ porsi, Hasil pemeriksaan laboratorium adalah LED : 67mm/jam, Widal O : 1/320, H : 1/160, AH : 1/320.
BAB V
PENUTUP
Tifus abdominalis ( demam tifoid, enteric fever ) adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan, dan gangguan kesadaran.
Tyfus abdominalis disebabkan oleh salmonella typhosa, basil gram negatif, bergerak dengan bulu getar, tidak berspora. Mempunyai sekurang-kurngnya 3 macam antigen yaitu antigen O (somatic terdiri dari zat komplek lipopolisakarida), antigen H (flagella) dan antigen Vi.
Tanda dan gejala :
1. Demam. Pada kasus yang khas demam berlangsung 3 minggu. Bersifat febris remitens dan suhu tidak terlalu tinggi.
2. Gangguan pada saluran pencernaan. Pada mulut terdapat bau nafas tidak sedap (halitosis), bibir kering dan pecah-pecah (rhagaden). Lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepi lidah kemerahan, jarang disertai tremor. Pada abdomen ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus). Hati dan limpa membesar diserta nyeri pada perabaan. Defekasi biasanya konstipasi, mungkin normal dan kadang-kadang diare.
3. Gangguan kesadaran.
4. Disamping gejala diatas, pada punggung atau anggota gerak dapat ditemukan roseola, yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito-Moyet, Lynda Juall. 2006. Buku saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC.
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC.
Suriadi. 2006. Asuhan Keperawatan pada Anak. Jakarta : Sagung Seto.
Sutedjo. 2008. Mengenal Penyakit Melalui Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Yogyakarta : Amara Books
Agus Waluyo. http://agusw.penamedia.com/2004/08/24/typhus-abdominalis/. Diperoleh tanggal 10-10-2010.
Anonim. 2009. http://tutorialkuliah.blogspot.com/2009/05/tentang-typhus-abdominalis.html. Diperoleh tanggal 12-10-2010.
Duta. 2010. http://duta4diagnosaanak.blogspot.com/2010/06/thypus-abdominalis.html. Diperoleh tanggal 15-10-2010.
Khaidir. 2010. http://khaidirmuhaj.blogspot.com/2010/09/askep-typhus-abdominalis.html. Diperoleh tanggal 12-10-2010.
Vietha. 2009.http://viethanurse.wordpress.com/2009/02/25/asuhan-keperawatan-anak-dengan-typhus-abdominalis/. Diperoleh tanggal 15-10-2010.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar